Sabtu, 13 Agustus 2016

Mimpi Melihat Turki di Aceh


Mehmet Özay                                                                                                                         13.08.2016

Kemarin Saya bermimpi sesuatu yang tidak biasa. Sehubungan dengan Aceh, Saya akan menceritakan mimpi Saya dengan masyarakat di Aceh. Mimpi saya berawal dari masa ketika Saya tiba di Aceh tahun 2005, beberapa bulan setelah terjadi bencana alam yang disebut tsunami. Tidak seperti saya atau lembaga tempat Saya berkiprah pada saat itu, ada beberapa grup dari Turki atau sebut saja Jama’ah-jama’ah yang diwakili oleh beberapa NGO.

Salah satu dari mereka mengirim ‘tim’ dan menyelidiki kalau ada perempua yang melakukan bisnis di Banda Aceh. Mereka mengontak langsung perempuan tersebut dan berbincang singkat dengannya. Dilanjutkan dengan wawancara di stasiun TV mereka yang beroperasi di Turki. Ada sesuatu yang aneh dengan wawancara ini karena wanita tersebut tidak terbilang korban tsunami di Aceh, disamping ia juga merupakan seorang distributor mobil-mobil bermerek yang terkenal di Aceh. Tak lupa juga ia menceritakan bahwa banyak masyarakat Aceh miskin dan anak yatim tertinggal selepas bencana.

Setelah program tersebut disiarkan, ada orang-orang yang rendah hati dan bersaku tebal mengunjungi Aceh untuk membangun sekolah di bawah NGO swasta milik grup tersebut. Pada kenyataannya, grup ini tidak asing bagi Indonesia karena mereka sudah terlibat dengan berbagai institusi termasuk dibidang pendidikan yang sudah terlebih dulu didirikan di Pulau Jawa. Mereka takut membangun sekolah di Aceh pada masa konflik. Namun kemudian tsunami memberi mereka peluang untuk berbisnis disini. Bahkan Mereka punya kesempatan untuk memanfaatkan dan menyalahgunakan hubungan sejarah Aceh dan Turki untuk kepentingan bisnisnya.

Karena tidak ada buku-buku sejarah Aceh dan Turki yang pernah mereka tulis (atau sebagaimana sebagaian orang mendesak bahwa itu sejarah Turki dengan Indonesia, bukan dengan Aceh) tapi mereka yang terdepan dalam menyalahgunakan kata “kita saudara” atau “kita pernah kirim meriam kemari..” dll mengemukan kalimat kalimat klise. Menariknya, tidak ada orang Aceh yang berani bertanya balik seperti “Anda siapa? Apa yang Anda lakukan disini? Apa yang sebenarnya Anda ketahui tentang hubungan masa lalu? Kenapa Anda menjalankan “bisnis” Anda dengan penuh semangat?”

Seperti biasa, NGO ini mulai membangun image didepan publik dengan mempromosikan hal hal yang berkaitan dengan bantuan-bantuan organisasinya. Dan kelompok ini juga mengikuti jalan yang sama tapi dengan level lebih tinggi sebagaimana terlihat dalam pendekatan-pendekatan yang dilakukan dengan “pejabat-pejabat atasan” seperti gubernur, walikota, dll. Dan dalam mimpi, saya melihat dengan jelas sekali bahwa mereka menghadiahkan daging qurban dalam jumlah besar kepada gubernur yang menjabat saat itu. Tujuannya adalah untuk menghipnotis gubernur seperti pejabat-pejabat lainnya. Pada faktanya, bukan hal yang mengejutkan karena prilaku ini biasa antara rantai rantai organisasi kelompok ini.

Dan gaya penyalahgunaan mereka itu melibatkan segalanya. Contohnya, secara total mereka tidak menyetujui pendekatan-pendekatan, metode-metode dan aplikasi-aplikasi sufi apapun. Tapi dalam kehidupan sosial mereka pura pura mempromosikan tradisi sufi bahkan mengundang beberapa kelompok untuk menghibur dan menari disini di Indonesia meskipun kita tidak menemukan satu perwakilan atau figur contoh dalam bidang seni tersebut. Mereka berpura pura mempromosikan pendidikan modern di Aceh termasuk ‘kelas violin’ yang mereka anggap siswa siswi Aceh kehausan dengan ‘fashion atau pendekatan ‘ yang meng-Eropa’ semacam ini dalam berpendidikan.

Mungkin masyarakat Aceh terlalu sibuk untuk memulihkan diri dari efek tsunami dan konflik. Mungkin karena alasan ini maka dapatlah dipahami.

Dalam bagian lain mimpi itu, saya menyaksikan bagaimana kelompok tersebut merangkul salah satu sekolah yang dihadiahkan oleh Islamic Development Bank kepada Aceh. Hal unik dari sekolah yang berlokasi di Aceh Besar- Lhoong, Jhanto, dan Lamnyong adalah pada kenyataanya ditetapkan untuk sepenuhnya diberikan kepada anak-anak yatim. Meskipun begitu, melalui jaringan jaringan dalam institusi mereka, hak mengelola sekolah tersebut mereka dapatkan dan menyulapnya menjadi sekolah swasta untuk mengumpulkan banyak uang. Ini tidak hanya terbatas pada uang tapi lebih dari itu. Pada faktanya, perubahan status sekolah ini yang dibangun dengan bimbingan ‘pelindung Mekkah dan Madinah’ telah menjadi ‘angsa emas’ sejak pihak manajemen mendekati pejabat-pejabat tinggi dan keluarga kaya di Banda Aceh dan sekitarnya untuk merekrut anak-anak mereka.

Tapi ‘alamnya’ anak anak yang belajar disekolah tersebut telah berubah sejak pertama kali menyantap kebab disekolah dan mengunjungi yang namanya olimpiadeinternasional. Dan lagi, tidak ada figur terkemuka di universitas atau kantor pejabat tinggi yang menanyakan status sekolah ini meskipun ini sekolah yang spesial untuk anak-anak yatim. Saat ini, barangkali para pria dan wanita ini sedang sibuk mengambil keuntungan dari hubungan mereka dengan grup ini.

Anehnya, setiap orang yang familiar dengan kelompok ini percaya argumentasi kelompok ini bahwa mereka adalah perwakilan negara Turki, atau dari waktu ke waktu sebagaiman yang terdengar bahwa kelompok mereka sendiribagaikan negara. Dan setelah beberapa saat, bau aneh menyeruak dari Turki disebabkan oleh persengketaan antara pemerintahan Turki dan kelompok ini. Beberapa pihak percaya bahwa yang akan kalah adalah pemerintah/Erdoğan karena kelompok ini terlalu kuat bahkan mereka mampu mempengaruhi Amerika Serikat.

Pada bagian akhir mimpi, saya tak beruntungnya mengamati sebuah kudeta di kampung halaman yang diorganisir oleh jaringan kepemimpinan yang tersebut diatas. Dan pihak majemen sekolah ini mengemukakan bahwa mereka tidak punya kaitan lagi dengan kelompok Turki ini. Mereka pikir orang Aceh begitu bodoh untuk percaya hal ini.

Akhirnya Saya terbangun dari mimpi buruk ini. Saya beranjak kemudian menuju warung kopi yang nyaman dan duduk dibawah sebatang pohon rindang ditemani kopi Aceh yang sangat nikmat. Dan saya pun bertanya, apakah itu mimpi atau kenyataan!

This paper was published at “Rakyat Aceh”, 10.08.2016.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar